Jakarta, Skalainfo.net| Di tanah kami, ada hadih maja yang sangat sakral: “Mate aneuk meupat jeurat, mate adat pat tamita”. Namun hari ini, kami belajar satu hal lagi, bahwa kebaikan tidak butuh silsilah, ia hanya butuh ketulusan yang melampaui batas wilayah dan suku bangsa. Awak media mendapat artikel ini disebuah sosmet FB, dengan rasa peduli dan haru maka meminta tim redaksi menyambung mempublis secara luas uangkapan rasa cinta rakyat Aceh kepada relawan yang membantu korban banjir di Sumatera Aceh. Selasa, 30/12/2025.

Pada tulisan artikel tersebut, rakyat Aceh ingin mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam dan tak akan dilupakan walau nanti akan berganti generasi sejarah ini tak akan lekang oleh waktu. Begitulah rasa ungkapan cinta rakyat Aceh terhadap tim relawan Bung Ferry Irwandi yang berjuang dan membantu tanpa lelah paska banjir bandang di Aceh Sumatera.

Menerobos kegelapan malam dalam membantu saudara-saudara para korban di Aceh sampai memasuki daerah pedalaman demi menyelamatkan nyawa manusia yang sedang membutuhkan pertolongan di Negeri yang disebut Serambi Mekkah itu.

“Tim redaksi, saat mengedit tulisan saudara kami dari Aceh ini, pun tak mampu menahan linangan air mata atas ungkapan mereka yang disana saudara kami ditanah Rencong”.

Kepada saudara kami, Ferry Irwandi hari ini kami mendengar kabar kau pamit. Kami membaca pesanmu yang berat namun penuh kejujuran itu. Di saat kami masih berjuang mengumpulkan sisa-sisa harapan di atas lumpur Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Tengah, Bener Meriah hingga Aceh Utara, kau hadir bukan sekadar membawa bantuan, tapi membawa oksigen bagi jiwa-jiwa yang hampir menyerah.

Saksi Bisu di Tanah Rencong;

Kami tidak akan lupa. Di saat jembatan putus di Takengon dan seorang ayah harus berjalan kaki ratusan kilometer demi menemui anaknya, atau saat seorang ibu di Pulo Seukee, Baktiya yang terjebak di atap rumah bersama ular dan buaya dengan tatapan anak-anak yang nyaris kehilangan cahaya, kau dan timmu datang menembus batas itu.

Aceh tidak akan lupa deru mesin Cessna yang membawamu menembus awan Sumatera, atau cahaya solar panel yang kau nyalakan di tengah kegelapan desa-desa kami yang terisolasi.

Kau membuktikan bahwa ditengah tangan-tangan yang membabat hutan kami, masih ada tangan seperti tanganmu yang memilih bekerja hingga raga tak lagi sanggup berdiri.

Tentang Batas dan Integritas;

Kami sangat menghormati keputusanmu untuk berhenti karena alasan kesehatan. Seperti katamu, menjadi pahlawan bukan berarti berdiri tanpa cacat, tapi tahu kapan harus meletakkan beban agar tidak merugikan orang lain.

Kau telah menjaga amanah belasan miliar rupiah dengan transparansi yang luar biasa, memastikan setiap rupiah berubah menjadi nafas bagi masyarakat yang sedang sesak di Aceh.

Bagi kami rakyat Aceh, apa yang kau lakukan adalah bentuk nyata dari Meuseuraya—gotong royong tanpa pamrih. Kau tidak hanya memberi kami logistik, kau memberi kami kembali kepercayaan pada nilai-nilai kemanusiaan.

Ohh,.. Terima Kasih, Saudara Kami;

“Suaramu yang berat dan bergetar di akhir video itu sampai ke relung hati kami di Serambi Mekkah”.

Jangan meminta maaf atas kekuranganmu, Bung Ferry. Justru kamilah yang berterima kasih atas karena kau telah memaksa ragamu hingga mencapai limit hanya untuk melihat kami kembali tersenyum.

Mungkin kita belum pernah berjabat tangan, namun doa-doa dari para orang tua di tenda-tenda pengungsian akan terus mengalir untuk kesehatanmu.

Selamat beristirahat, Pahlawan kami. Pulanglah dengan bangga. Kau datang membawa rencana di papan tulis, dan kau pergi membawa kelegaan yang tuntas.

Seperti lirik Letto yang menemani perjuangan ini, “Ingatkah engkau kepada embun pagi yang bersahaja, yang menemanimu sebelum cahaya,” bagi kami, kau adalah embun itu.

Arigatou, Bung Ferry!

Saleum Takzem dari Rakyat Aceh.

(Red).

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

-+=