Tangsel, Skalainfo.net| “Semut di ujung lautan tampak, namun gajah dipelupuk mata tidak tampak’, sebuah peribahasa yang sangat terkenal untuk menggambarkan bahwa umumnya orang itu hanya melihat kekurangan dan kesalahan orang lain tanpa melihat dan mengkoreksi kesalahannya sendiri yang lebih besar. Senin, 24/03/2025.
Begitu juga dengan petuah Minang yang berbunyi “Raso jo Pareso” yang berarti rasa dan periksa, sebuah petuah yang dalam bahwa setiap individu itu selain memiliki ‘rasa’ dalam hatinya juga hendaknya ‘periksa’ atas apa yang akan disampaikan, diucapkan dan dilakukan agar tidak menyinggung menjatuhkan martabat orang lain.
Saat memulai jalannya sidang pemeriksaan ke-3 (tiga) atas gugatan perkara yang diajukan oleh PT. SKALA MEDIA UTAMA (Skalainfo.net) pada hari Selasa, 18 Maret 2025 lalu di ruang sidang lantai 2 Gedung Komisi Informasi Provinsi Banten dengan Majelis Sidang Komisioner yang diketuai oleh H. Kori Kurniawan, S.Pd, didampingi oleh 2 Hakim Anggota. Ketika sidang dilaksanakan terjadi hal yang aneh karena sejak awal pemeriksaan hanya mempermasalahkan mengenai hal-hal yang tidak substantive, terhadap gugatan perkara yang diajukan dan sedang diperiksa oleh Pemohon (Skalainfo.net) terhadap Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Tangerang Selatan.
Beberapa hal yang tidak substantif tersebut seperti, dibahasnya unggahan berita yang diunggah pada media berita Skalainfo.net pada tanggal 3 Maret 2025 yang menginformasikan dan memberitakan tentang kondisi Sidang Pemeriksaan Pertama pada tanggal 26 Februari 2025, yang disampaikan oleh Hakim Anggota Majelis Sidang Komisioner Komisi Informasi Banten Imron Mahsus, S.Sos secara tendensius kepada Pemohon, berikutnya terkait dengan surat pengajuan gugatan perkara yang menggunakan kop surat Skalainfo.net serta ditanda tangani oleh Alfi Syahri selaku Pimpinan Redaksi yang juga Direktur PT. SKALA MEDIA UTAMA, yang merupakan badan hukum pers resmi yang memiliki media berita Skalainfo.net tersebut.
Sedangkan yang dipertanyakan oleh Hakim Anggota Ojat Sudrajat, SH secara tendensius, seolah-olah pengajuan gugatan perkara ini tidak sesuai prosedur. Sampai ditanyakan Sertifikasi Uji Kompetensi Wartawan (UKW) kepada Pemohon selaku Pimpinan Redaksi, yang pada dasarnya tidak menjadi hal krusial dalam persidangan itu!
Sangat disayangkan dari 3 (tiga) orang Majelis Sidang Komisioner Komisi Informasi Provinsi Banten, hanya 1 (satu) orang Hakim Anggota yang memiliki latar belakang hukum, sedangkan Ketua Sidang dipimpin oleh Sarjana Strata 1 Pendidikan dan Hakim Anggota lain berlatar belakang Sosial, ini merepresentasikan sejauh mana keseriusan dalam menangani gugatan perkara yang seharusnya orang-orang yang berkompeten dengan latar belakang ilmu hukum yang mumpuni agar pelaksanaan sidang dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, dimana tidak hanya ‘mendeskreditkan’ pihak Pemohon tanpa membahas isi gugatan perkara dan menanyakan jawaban dari pihak Termohon, Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Tangerang Selatan.
Saat Pemohon ditanyakan kelengkapan dokumen sebagai Pimpinan Redaksi, hendaknya para Majelis Sidang Komisioner bertanya kepada diri sendiri dahulu apakah dua dari tiga Hakim Komisioner layak duduk sebagai Majelis Sidang sedangkan secara disiplin ilmu yang mereka miliki sangat tidak berkompeten untuk menyidangkan suatu kasus.
Saat Majelis Sidang Komisioner ‘menunjukkan jari telunjuk’ kepada Pemohon atas hal-hal yang tidak substantif dalam sidang, mereka lupa bahwa mereka harus muhasabah dulu untuk melihat apakah mereka sudah muhasabah dengan disiplin ilmu yang mereka sandang tidak relevan mengemban tugas mulia sebagai Majelis Sidang Komisioner. Kalau sejak awal akhirnya gugatan perkara yang Pemohon ajukan tidak dapat diproses dengan alasan yang dikemukakan oleh Majelis Sidang Komisioner yang terhormat, kenapa ada pemeriksaan gugatan perkara hingga 3 (tiga) kali untuk hal ini?
Sejak awal saja gugatan Pemohon ditolak, agar tidak membuang waktu, biaya dan tenaga hanya untuk mendengarkan pemeriksaan awal yang hanya terfokus kepada keabsahan Pemohon bukan kepada gugatan perkara yang seharusnya dibahas dalam persidangan tersebut.
Selayaknya sebagai sebuah lembaga negara karena menyematkan lambang Garuda, berarti bertugas atas nama Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memberikan ‘jalan keadilan’ kepada semua orang yang berhak tahu atas informasi yang ditanyakan, seperti yang termaktub dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, namun malah sebaliknya dikarenakan perkara yang diajukan itu kepada ‘kaum birokrat’ yang notabene gaji, THR dan Tunjangan Kinerjanya didapat dari pungutan pajak kepada masyarakat, jadi salah kaprah kalau gugatan yang diajukan oleh masyarakat dianulir dengan argumen yang sama sekali hanya berkutat pada keabsahan gugatan perkara Pemohon. (Red/Muji).