Kendari, Skalainfo.net| Hiruk-pikuk persiapan SEA Games 2025, sungguh menarik untuk disimak. Betapa tidak? bakal mempertandingkan 50 cabang olahraga, sesuai hasil rapat SEA Games Federation (SEAGAF) di Bangkok, Thailand yang berlangsung Oktober lalu. Komite Olimpiade Indonesia (NOC Indonesia) menyatakan Thailand selaku tuan rumah sepakat mempertandingkan 569 nomor dari 50 cabang olahraga dari 105 disiplin. Jum’at, 17/01/2025.
Hasil SEAGAF Meeting, dimana NOC Indonesia diwakili Komite Eksekutif Antonius Adi dan Akbar Nasution disepakati SEA Games 2025 akan mempertandingkan 569 nomor pertandingan dari 50 cabang olahraga dan 105 disiplin. Ditambah tiga demo sports yaitu flying disc, tug of war atau tarik tambang dan paragliding.
Ketidaksiapan pihak indonesia, termasuk bagaimana para “Pengamat dan Penggiat Olahraga‟ menghadapinya, dapat menjadi petunjuk menarik, tentang bagaimana kita menata olahraga selama ini. Sekilas kita melihat kembali hasil SEA GAMES 2023 lalu, Indonesiapun hanya menempati peringkat ketiga dengan mengumpulkan 87 medali emas, 80 perak, dan 109 perunggu. Jumlah koleksi emas Indonesia terpaut hampir 50 keping dari Vietnam yang memuncaki klasemen. Vietnam menempati peringkat pertama dengan 136 emas, 105 perak, dan 114 perunggu. Thailand yang berada di peringkat kedua mengumpulkan 108 emas, 96 perak, dan 108 perunggu.
“Hal ini menjasi ironi bagi bangsa Indonesia dan menjadi petunjuk yakni: pertama, betapa selama ini pemerintah (baik propinsi Kota/Kabupaten dan Pusat) kurang memprioritaskan pembangunan olahraga dan pembangunan di bidang olahraga”.
Buktinya, hingga memasuki 2025 ini banyak daerah yang tidak memiliki infrastruktur yang memadai, hanya sekedar untuk menyelenggarakan event olahraga dalam melahirkan bibit unggul. Kenyataan demikian sungguh memprihatinkan, karena hal itu membuktikan bahwa olahraga belum dipandang sebagai alat strategis untuk menumbuhkan modal sosial (social capital) dan bagian vital masyarakat menuju masyarakat madani.
Kita sungguh sudah jauh tertinggal oleh negara lain, baik dikawasan Asia maupun Asia Tenggara yang sudah memperhitungkan nilai potensial olahraga dalam hampir berbagai aspek kehidupan. Sudah selayaknya pemerintah memperhitungkan nilai strategis olahraga bagi upaya rekonstruksi sosial dan lingkungan (eco-sport), sehingga keyakinan itu tercermin dari kesungguhan pemerintah mempersiapkan infrastruktur olahraga secara terencana berkelanjutan.
Pembangunan olahraga sudah sepantasnya masuk ke dalam perencanaan menyeluruh pembangunan kota dan daerah secara terpadu. Jika tidak, pembangunan infrastruktur olahraga hanya dilakukan sebagai reaksi sesaat karena ingin menjadi tuan rumah suatu event. Akibatnya, perencanaan lokasi dan desainnya sekedar asal jadi, yang berdampak pada kurang terpenuhinya prinsip sustainability dalam pembangunannya.
Terlantarnya beberapa stadion di daerah adalah bukti pendekatan demikian. Petunjuk berikutnya menyatakan bahwa, betapa olahraga kita belum dimanfaatkan untuk menumbuhkan ilmu dan SDM unggul di dalam lingkup olahraga sendiri. Akibat pola pikir yang relatif tidak berkembang dari tahun ke tahun, ilmu dan praktisi olahraga di perguruan tinggi (PT) pun tidak jauh dari upaya mencetak guru dan pelatih olahraga semata. Sebagai dampaknya, hingga sekarang kita tidak memiliki kepakaran dalam ilmu olahraga yang berkaitan dengan sarana dan prasarana olahraga, olahraga dan lingkungan hidup, manajemen olahraga, bisnis olahraga, teknologi olahraga, serta berbagai disiplin ilmu olahraga seperti sosiologi olahraga, filsafat olahraga, sport pedagogy, dan sport psychology.
Menjadikan ilmu-ilmu tematis diatas sebagai kepakaran, tentu perlu didukung oleh lahirnya program studi atau konsentrasi baru di PT kita. Sayangnya PT kita pun lebih cenderung menunggu, dengan alasan belum dibutuhkan masyarakat. Seharusnya, justru PT mampu mendorong tumbuhnya kebutuhan masyarakat melalui visi yang mampu diteropong oleh para akademisinya. Kepakaran di bidang olahraga bisa tumbuh subur jika ditunjang oleh hadirnya laboratorium dari masing-masing bidang keilmuan.
Di negara maju, laboratorium tersebut dipusatkan di setiap stadion yang ada, sehingga berguna baik bagi pengembangan batang tubuh keilmuan maupun bagi kepentingan pragmatis prestasi olahraga. Dua, kesimpulan di atas merupakan benang merah utama dari kelemahan olahraga di Indonesia selama ini, di samping pernak-pernik kelemahan lainnya. Indonesia ingin unggul dalam bidang olahraga, dua kelemahan di atas harus pertama-tama diurai terlebih dahulu, dengan menata potensi yang dimiliki.
Hal ini merupakan keniscayaan agar Indonesia tidak selalu direpotkan soal persiapan ivent-ivent olahraga seperti SEA GAMES, atau ASEAN GAMES yang lebih merupakan pemborosan semata-mata dari pada sebagai upaya pemberdayaan negara. Mewujudkan hal itu tentu memerlukan sebuah strategi pencapaian. Pada era otonomi daerah dewasa ini, setiap Kabupaten/Kota akan memandang penting prioritas pendidikan, khususnya dikaitkan dengan mempersiapkan SDM unggul bagi pembangunan daerahnya. Ke depan, Negara seharusnya memandang perlu mendirikan perguruan tinggi negeri di masing-masing daerah, sebagai upaya mengakselerasi pembangunan di segala bidang. Pembangunan olahraga, terutama infrastrukturnya, dapat dikaitkan dengan upaya mempersiapkan SDM tersebut.
Alangkah idealnya jika pembangunan infrastruktur olahraga bisa dititipkan pada pembangunan infrastruktur pendidikan, khususnya perguruan tinggi (PT). Jika kelak setiap pemerintah Kota/Kabupaten memiliki universitas negerinya masing-masing, maka di lokasi itu pulalah berdiri fasilitas olahraga yang dapat digunakan untuk menyelenggarakan ivent-ivent dalam rangka menjaring bibit unggul yang dapat mengharumkan nama bangsa ini.
Sisi positif dari format demikian ada dua. Pertama, Universitas yang bersangkutan terangkat prestisenya karena didukung fasilitas olahraga yang memadai, dan kedua, Universitas pun mampu memberikan sumbangan bermakna dalam perkembangan ilmu, SDM, dan prestasi olahraga bagi daerah dan bangsa.
Dengan demikian, tidak akan ada lagi kasus dimana sebuah stadion atau fasilitas olahraga “merana” akibat tiak ada yang memanfaatkannya. Yang terlebih penting, itulah sebenarnya makna pemberdayaan olahraga bagi daerah dan bagi masyarakatnya, sehingga membuktikan bahwa olahraga memang bermakna bagi kemaslahatan masyarakat dan bangsa. (Red).
(Penulis: Dr. Asmuddin, S.Pd.,M.Pd.,AIFO-FIT Dosen IKOR/Penjaskesrek UHO).
