Purwosari, Skalainfo.net| Kita dalam perjalanan perenungan membangun kesadaran baru yang lebih mendalam untuk menemukan arti dan makna, serta hikmah dari pagelaran wayang kulit purwo ringgit jawa kuno klasik Ki Dalang Winarno Sabda asal Pasuruan, dengan Lakon Parikesit Lahir. Minggu, 13/10/2024.
Jadi Ki Dalang Winarno Sabda sudah menggelar lakon 4 kali pagelaran di Joglo Josari, Padepokan Tejosari Pimpinan Joko Gaharuh, Dusun Tejosari Desa Tejosari Kecamatan Purwosari Kabupaten Pasuruan Jawa Timur.

Bersama Sanggar Budaya NWB (Ngesti Wedharing Budaya) asal Kabupaten Pasuruan Jawa Timur, Ki Winarno Sabda di Joglo Josari sudah menyelesaikan :
Pagelaran ke 1, tanggal 03/11/2022, Lakon Wahyu Pulung Tejo.
Pagelaran ke 2, tanggal 16/02/2023, Lakon Wahyu Songsong Aji Bawana.
Pagelaran ke 3, tanggal 08/10/2023, Lakon Sang Hyang Ismaya Mbangun Praja.
Pagelaran ke 4, tanggal.9 s/d 10/10/2024, Lakon Parikesit Lahir.
Perjalanan Nama adalah Doa. Ada 3 nama dan sebutan untuk PARIKESIT, dimana pada hakekat iman keyakinan bagi leluhur dan orang jawa, nama adalah doa, “asma kinaryo jopo,” di dalam nama semua kandungan hakekat sari pati “blue print,” human desain dari DNA sang manusia dari Alam dan Allah sudah ada di dalamnya, sesederhana dan selengkap itu, semua sudah ada di sana, dan untuk itu semua itu ada.
Sehingga Pusaka itu pada hakekatnya adalah Omongan dan Ucapan yang suci serta sakral dari Sang Pencipta kepada manusiaNya, untuk bekal hidup kehidupannya, yang sehat, bahagia dan damai adaNya.
Nama Parikesit dari Eyangnya Abiyasa. Namanya menjadi Wisnuroto, dari Bethara Wisnu dan nama Paripurna dari Arjuna Kakeknya. Saat “padu pada padi pari” mulai berisi paripurna, dan semua bulir sudah terisi penuh secara merata (wisnuroto), saat itulah kita baru bisa melihat satu helai daun hijau yang melambai-lambai saat di tiup sang bayu, berkibar paripurna, pari sampurna.
Perjalanan Hikmah Parikesit Menjadi Wujud Gendero Bendera. Parikesit itu Bendera, Bendera itu Pusaka, Pusaka itu Ucapan. Pusakanya disebut Damar Sasangka, Ya Damar Sang Saka, Sang Saka Merah Putih adaNya.
TARU adalah Tanaman, sehingga sastra nama TARU MA NEGARA, TANAMAN MANUSIA NE, tanaman manusianya ada pada GO RO ROGO, ya ada sastra “PADU PADA PADI PARI PURI,” PUsaka Diri ya PAri Kesit, Pari Padi yang berkibar PARIPURNA, laksana Bendera Sang Saka Merah Putih yang Berkibar Sampurna Paripurna.
Sastra “PADU PADA PARI PADI” di seni adat budaya tradisi jawa dikenal sebagai wujud perwujudan dari Dewi SRI, Dewe SRI, sastra Dewi Menjadi Dewe, SRI menjadi CRI, sehingga mengandung arti makna Cahaya diRI, yang sudah terwujud menjadi Tiang Bendera, dimana Sang Saka Merah Putih, sesungguhnya adalah warna cahaya diri dari tetes abang merah saka ibu, tetes putih saka bapa, secara paripurna.
Dalam Sastra nama TARI TERI TARU TARO, karena huruf hidup, sejak dibunyikan pada awal mula, oleh mulut anak kecil, bisa berganta-ganti, huruf vokalnya, a i u o e, sehingga PUtera PUteri PUtaro PUtaru. adalah wujud hasil TANDURAN, berupa hasil kerjasama dari proses lingga YONI, berCOCOK TANAM, oleh kedua ORANG TUWA nya, kedua WONG TUWANE, dari BA~TU BAdan TUbuh kedua Orang Tuanya, secara paripurna.

“Kita bisa mengetahui secara langsung bahwa itu negara dan bangsa apa saja, ya cukup dan tahu dari benderanya”.
Semua pusaka dan omongan serta ucapan bangsa negara di seluruh dunia ini, bisa Kita ringkas dalam satu bendera, dengan arti makna warna serta simbol yang disematkan padanya. Khusus di Indonesia hingga nanti pada waktuNya, tiang bendera yang benar harus wajib menggunakan tiang bambu, karena bambu tiang deling adalah pada hakekat kasunyatan pada bahasa sastra alam yang hidup menghidupi, sangat cocok dengan Sang Saka Merah Putih adaNya.
Perjalanan Hikmah Wisnuroto Menjadi Wujud Akur Ibu Ayah, Sesudah pari padi membulir menunduk penuh isi biji beras secara merata, wisnu troto, wes penuh merata, saat itu kita bisa melihat PARI – KESIT, parinya nampak satu lembar daun pari padi yang gesit kesit berkibar, dan pada saat tak ada angin, lembar daun terkulai menunduk, seperti bendera sang saka merah putih yang menunduk terkulai di atas tiang benderanya.
Dengan terbukanya fakta data bahwa pada mulut buaya tidak ada lidahnya, yang cocok adalah tanaman ekor buaya, maka dalam tata nama “Jamu Jamuan Perjamuan Agung Manusantara Jaya Indonesia Raya,” nama yang benar bukan tanaman LIDAH BUAYA, seyogyanya menjadi EKOR BUAYA, sehingga muncul hikmah, arti dan makna menjadi AKUR IBU AYAH, karena IBU, GURU dan PETANI adalah Induk Peradaban Dunia, maka seyogyanya IBU dan Ayah menjadi AKUR AdaNya, seperti yang digambarkan ibu ayah yang akur di bendera Sang Saka Merah Putih.
Perjalanan Hikmah Paripurna Menjadi Wujud Kepala.
Khusus di Indonesia, kenapa tiang bambu, karena tiang dalam bahasa jawa kuno disebut artinya orang, wong, manusia, sehingga jika itu merupakan lambang wujud manusia, maka kain merah lambang tetes merah dari ibu dan tetes putih dari bapak, dan tiang benderanya bakal menjadi “PARIPURNA” sempurna, saat ada kepalanya, di pucuk, di atas Tiang Bendera Sang Saka Merah Putih, ada simbol kelapa yang terbuat dari batok tempurung kelapa, sang kelapa lambang sumpah palapa, oleh Patih Gajah Mada, yang pernah mempersatukan Nusantara Indonesia.
Sehingga seyogyanya ke depan hari di Negara Bangsa Indonesia, tidak ada upacara penurunan bendera, tapi yang ada adalah upacara penghormatan kepada Sang Saka Merah Putih, Bendera Merah Putih, Berkibarlah selama-lamanya, seperti pada pasal lagu kebangsaan Kita, BERKIBARLAH BENDERAKU, ya karena Kedua Orang Tua Kita, secara Gagah Perwira menjaga memelihara, melindungi dan merawat Kita selama 24 jam adaNya, secara PARIPURNA. (Red).
Oleh : Guntur Bisowarno (Ketua BSN Bamboo Spirit Nusantara).
