Tanimbar, Skalainfo.net| Pemimpin dan pemimpi adalah dua kata yang sangat mirip karena hanya berbeda di huruf bagian akhirnya saja. Namun yang akhir itu biasanya justru malah menjadi penentu dari segalanya. Layaknya sebuah perjalanan kehidupan anak manusia di dunia. Di masa masa akhir merupakan penentu dari baik atau buruk  perjalanan kehidupannya.

Apakah dia termasuk dalam katagori akhir yang baik atau akhir yang buruk. Kita bisa mengatakan bahwa seorang pemimpin adalah mereka yang  selalu mempunyai mimpi besar. Sebuah mimpi yang dibangun di alam sadar penuh perhitungan dan perencanaan. Bukan bunga tidur yang tidak masuk akal dan penuh dengan hayalan belaka.

Sedangkan pemimpi adalah seseorang yang suka menghayal ini dan itu tanpa dilandasi dengan rasionalitas. Seorang pemimpi merupakan seorang yang suka bermimpi walaupun tidak tidur. Tapi mereka membangun mimpinya dengan hayalan dan bualan semata. Bahkan bisa dikatakan seorang pemimpi adalah para penghayal tulen.

Mereka menghayalkan sesuatu yang sesungguhnya mereka sendiri tahu kalau hal tersebut tidak rasional dan sulit untuk diwujudkan. Namun kadang seorang pemimpi juga tetap berusaha untuk merealisasikan khayalannya tersebut walau dengan cara-cara yang kotor dan tidak masuk akal, atau menghalalkan segala cara untuk meraih keinginannya.

Antara kata pemimpin dan pemimpi mengandung makna yang sangat jauh berbeda. Dimana yang satu diakhiri dengan huruf “N” dan yang satunya tanpa huruf “N”.

Huruf “N” inilah yang menjadi penentu diantara keduannya. Maka pada kesempatan kali ini mari kita fokus dan kita bahas tentang arti dari huruf “N” tersebut.

Lima Arti Huruf “N” Setidaknya terdapat lima perbedaan mendasar dari seorang pemimpin dan pemimpi. Lima perbedaan tersebut bersumber dari huruf “N” yang memang menjadi pembeda diakhir huruf keduanya. Melalui huruf “N” inilah, nantinya akan menentukan apakah seseorang disebut sebagai pemimpin atau hanya sekedar menjadi pemimpi saja.

“N pertama yaitu Niat”

Ingat..! segala sesuatu itu tergantung dari niatnya, dan kita akan mendapatkan sesuai dengan apa yang sudah kita niatkan tersebut. Sehingga seorang pemimpin harus mempunyai niat yang lurus dan kuat. Lurus dalam arti segala sesuatu yang dilakukan harus dilandasi  keikhlasan dan hanya mengharapkan  keridhoan dari Tuhan.

Dengan niat yang ikhlas maka kita percaya segala usaha yang dilakukan akan mendapatkan pertolongan dari Tuhan. Niat yang lurus tersebut harus tertanam kuat dan mengakar di jiwa pribadi seorang pemimpin. Sehingga dengannya akan memunculkan sebuah tekad dan keoptimisan untuk merealisasikan apa yang sudah direncanakan.

“N kedua adalah Nalar”

Sebagai seorang pemimpin yang hebat maka kita harus memiliki nalar yang baik. Maksudnya adalah seorang pemimpin harus mempunyai cara berpikir yang logis dan masuk akal. Jangan sampai ide, gagasan, impian atau cita citanya terlalu membumbung tinggi sehingga tidak terkendali.

Seorang pemimpin harus mampu mengukur potensi diri, anggota dan lembaganya dengan baik. Sehingga potensi tersebut bisa dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan target organisasi kedepan. Kekuatan nalar yang baik dan realistis merupakan modal dasar seorang pemimpin dalam menjalankan roda kepemimpinannya.

“N ketiga adalah Nilai”

Seorang pemimpin harus mempunyai kewibawaan dan pengaruh. Sedangkan wibawa dan pengaruh tersebut hanya diperoleh kalau seseorang tersebut mempunyai nilai yang luhur. Nilai yang dimaksud bisa berupa adab, budi pekerti, sopan santun, kejujuran, dermawan dan nilai nilai luhur lainnya.

Karena seorang pemimpin akan dihargai jika di dirinya bersemayam keagungan nilai luhur yang senantiasa terpancar secara konsisten. Jika seorang pemimpin menjalankan kepemimpinannya tanpa didasari dengan sistem nilai yang luhur maka kepemimpinan yang dihasilkan akan terasa gersang dan tidak punya ruh.

“N keempat adalah Network”

Seorang pemimpin harus mempunyai relasi Network yang luas, bukan jago kandang. Tentunya didalam membangun hubungan dengan berbagai pihak, seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan atau skill yang memadai. Karena tidak mungkin kita bisa punya network yang luas kalau kita kurang bisa membawa diri dan tidak mampu membangun komunikasi yang baik.

Network yang dibangun adalah jaringan relasi yang produktif. Maksudnya adalah jaringan yang dibangun harapannya mampu memberikan kontribusi terhadap kesuksesan organisasi atau lembaga.

“N terakhir adalah Nyali”

Seorang pemimpin harus punya nyali yang besar dan tahan banting, bukan berjiwa pecundang, tidak menghormati hukum atau prosedur yang telah ditetapkan. Nyali yang dimaksud disini tidak hanya sekedar bermakna “berani” saja.

Namun lebih dari itu adalah suatu kemauan kuat untuk melakukan sesuatu yang diiringi dengan perhitungan dan perencanaan yang matang, bukan rencana bangun tidur atau asal bapak senang (ABS).

Seorang pemimpin harus berani keluar dari comfort zone atau zona nyaman, bukan cari aman sendiri untuk menuju perubahan yang radikal atau exrem. Kenapa Nyali kita tempatkan menjadi “N” yang terakhir..?

Karena tanpa 4 “N” sebelumnya “N” yang kelima ini akan berubah menjadi “N” lain, yaitu Nekad. Padahal kita tahu jika modal kita hanya nekad karena memiliki uang merah-merah tanpa ada perhitungan dan perencanaan yang matang, maka apa yang kita usahakan hanya akan menghasilkan sebuah kegagalan dan kekecewaan.

Mungkin saja diantara mereka yang nekad ada beberapa yang sukses juga. Tapi sukses yang mereka raih tidak bisa ditelusuri jejak langkahnya atau hilang jalan. Lebih jauh kesuksesan yang mereka raih tidak bisa diajarkan dan ditularkan kepada orang lain atau generasi selanjutnya. Karena kesuksesannya hanya sebuah kebetulan atau untung untungan semata karena ia meraih kesuksesan itu dengan cara-cara yang kotor.

Dalam bahasa Tanimbar kondisi seperti ini disebut dengan “Bota Tnebar”. Semoga kita semua bisa menilai dan memilih pemimpin yang lengkap dengan 5 “N” bukan seorang pemimpi.

Jangan sampai kita hanya menjadi seorang pemimpi yang ternina bobokan dengan mimpi dan hayalan berselimutkan kemustahilan karena bermimpi sehingga menghasilkan pemimpi bukan pemimpin.

Kalaupun kita menjadi pemimpi, maka jadilah pemimpi yang mampu membangun mimpinya dengan penuh kesadaran dan keoptimisan. Bukan haus dan serakah akan harta, tahta, kekuasaan, dan popularitas semata. Yaitu sebuah mimpi yang sudah diperhitungkan dan terencanakan dengan matang.

Sehingga mimpi tersebut menjadi mimpi yang nyata dan dapat dipertanggung jawabkan serta bisa diwujudkan. (Red/Petrus).

By Admin

-+=