Jakarta, Skalainfo.net| Sangat disayangkan perbuatan aparat yang brutal terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas liputan saat demontrasi kawal putusan MK di gedung DPR pada 22 Agustus 2024. Dilansir dari media TEMPO.CO, juga menyebutkan kekerasan terhadap jurnalis tersebut tidak hanya tindakan fisik, tetapi ancaman pembunuhan, dan penggunaan kekuatan berlebihan, seperti gas air mata. Senin, 26/08/2024.
Sesungguhnya, kekerasan fisik, mental, dan psikologis terhadap jurnalis oleh aparat kepolisian merupakan pelanggaran serius terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh Pasal. 4 UU Pers,” ungkap Ketum (AJI) Nany Afrida dalam konferensi pers via Zoom, Sabtu, (24/8), kemarin.
“Respon cepat dari DPP PPWI Nasional atas tindakan yang berlebihan dari aparat kepolisian yang menggunakan kekerasan terhadap wartawan yang sedang melakukan tugasnya dilapangan”.
Respon DPP PPWI Nasional sangat menyayangkan kejadian itu dan mengutuk keras tindakan main pukul yang dilakukan para oknum anggota Polri tersebut. Aparat dan jurnalis semestinya dapat bekerjasama di lapangan agar para jurnalis bisa mendapatkan informasi, data, dan fakta lapangan yang lebih akurat, untuk kemudian menyajikan berita yang benar dan berimbang kepada publik.
Kekerasan terhadap wartawan dan pewarta saat bertugas adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelecehan terhadap perundang-undangan. Apalagi dalam UUD kita, terdapat Pasal. 28F yang secara tertulis tegas dinyatakan setiap warga negara berhak mencari, mengumpulkan, menyimpan, mengolah, dan mempublikasikan informasi menggunakan semua bentuk media yang tersedia.
Aparat polisi harus menghormati, menegakkan, dan melaksanakan UUD itu dengan menjaga, melindungi, dan melayani para jurnalis ketika meliput. Bukan justru memerangi dan mencelakai mereka.
Terkait dengan peristiwa kekerasan terhadap 11 jurnalis saat meliput demonstrasi di gedung DPR/MPR lalu itu, PPWI mendesak agar dilakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap para oknum polisi pelaku kekerasan. Kapolri harus menindak tegas anggota dan satuannya yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis. Mereka harus dibina agar paham peraturan perundang-undangan. Jika tidak bisa dibina, sebaiknya dipecat saja. Rakyat tidak mau membiayai hidupnya para polisi yang mempukuli rakyat dan menganiaya rakyat, oleh polisi yang tidak tahu diri itu.
Kepada rekan-rekan media, jangan kendor, terus semangat, jangan jadi takut hanya karena intimidasi dan kekerasan yang dialami di lapangan. Melaksanakan amanat UU Pers bukanlah pekerjaan mudah. Tantangan dan resikonya berat, bahkan taruhan nyawa.
Jurnalis sejati akan diperhadapkan kepada 3 resiko saja: penjara, rumah sakit, dan peti mati. Oleh karena itu, saat turun liputan, pakailah prinsip para pekerja konstruksi bangunan: utamakan keselamatan dalam bekerja, anak-istri menunggu di rumah, tutup Ketum PPWI Wilson Lalengke. (Red/Alfi).
