Sultra-Wakatobi, Skalainfo.net| Berdasarkan bukti dan fakta sekelompok mafia tanah telah melakukan perampasan dan penjualan tanah yang bukan hak miliknya secara sengaja dan terang-terangan tanpa kompromi gusur dan tebangi pohon tanaman warga di Desa Liya Onemelangka, Kecamatan Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi Sulawesi Tenggara. Kamis, 13/07.2023.
“Seorang warga (korban) oleh Mafia Tanah, yang perkebunan dan tanah warisan dari leluhurnya dirampas dan dijual serta seluruh tanaman yang sudah berumur puluhan tahun maupun ratusan tahun diserobot secara paksa”.
Diatas lahan itu terdapat situs atau disebut sebagai cagar budaya kepulauan Buton telah digusur dan sudah dihilangkan jejaknya oleh pelaku, lalu tanah urugan nya ditimbun sampai ke laut oleh sekolompok kejahatan Mafia Tanah di Desa Liya Onemelangka, Wakatobi.
Ketika awak media ini melakukan sambungan telepon dengan pemilik tanah atau ahli waris tanah Torakia saudara La Ode Husna menyampaikan keterangan.
La Ode Husna mengatakan, sudah memperingatkan dan melarang untuk membeli tanah tersebut melalui telepon seluarnya pada tanggal 26 Maret 2023 tepat jam 12.55 WITA yang lalau, bahwa jangan dulu teruskan pekerjaan diatas tanah itu sebab Tanah itu adalah milik keluarga kami, yang perlu kami musyawarahkan dulu karena tanah itu bukan milik penjual, sebut Husna.
Namun penyampaian saya tersebut tidak di indahkan oleh si pembeli bahkan sebaliknya dia terus melakukan aktivitas penggusuran dan pengrusakan terhadap tanaman milik keluarga kami terus berlangsung, sehingga kerugian secara materi semakin bertambah, katanya.
Letak tanah tersebut berada di Dusun Ansumanga, Desa Liya Onemelangka, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Propinsi Sulawesi Tenggara (93791).
Perilaku kejahatan oleh kelompok mafia tanah itu sudah dilaporkan La Ode Husna dengan berkirim surat kepada Kepala Desa Liya Onemelangka, Camat Wangi-wangi Selatan dan Ketua Adat Negri Liya, serta ditembuskan kepada Bupati Wakatobi, Kapolres Wakatobi, Kepala Inspektorat Wakatobi, Kepala Kesbangpol Wakatobi, Kepala Kejari Wakatobi, Ketua Pengadilan Negeri Wangi-wangi Wakatobi, Danramil Wangi-wangi Selatan Wakatobi, Kapolsek Wangi-wangi Selatan dan Kepala BPN Wakatobi melalui surat tertanggal 21 April 2023 Nomor : 01/DS Liya Onemelangka/IV/2023.
Bahkan tembusan surat juga disampaikna kepada Presiden RI di Jakarta, perihal surat: Mohon Bantuan Penegakan Hukum dan Keadilan yang Manusiawi, untuk mencegah, melarang menjual/membeli dan/atau memproses menerbitkan sertifikat tanah dan/mematok, memarit atau mengukur tanah dan/atau mengalihkan hak atas tanah/lahan dimaksud kepada siapa pun atau kelompok orang atau perorangan dan/atau instansi lembaga manapun. Dan hentikan atau jangan lakukan aktifitas kegiatan diatas tanah/lahan dimaksud sampai ada kesepakatan dari ahli warisnya yang sah dan berhak.
Camat Wangi-wangi Selatan bersama atas nama Kepala Kesbangpol Wakatobi telah melakukan panggilan resmi kepada pelaku kejahatan Mafia Tanah dalam rangka mediasi penyelesaian sengketa tanah tersebut, yang dihadiri oleh salah seorang pelaku yang bernama Laode Dawa pada hari Jumat 23 Juni 2023, bertempat diruang kerja Camat Wangi-wangi Selatan, ucap Husna.
Dalam mediasi tersebut Laode Dawa menyatakan dalam ceritanya, bahwa pemilik tanah yang dia jual pertama-tama itu yang membuka tanah perkebunan ditempat lahan itu adalah leluhurnya bernama La Uronso.
Kemudian La Uronso memiliki anak bernama La Butu dan La Butu memiliki anak yang bernama :
- WaOde Hasimai
- LAODE Bumbu
- WaOde Unga
Selanjutnya WaOde Hasimai punya anak bernama :
- Laode Dawa
2.Waode Uri
- WaOde Hadida
- WaOde Di,i
Empat turunan dari La Uronso pemilik awal, yang kemudian pula Laode Dawa menambahkan bicaranya, bahwa tanah tersebut telah tersertifikatkan, tetapi menurut Bapak Camat Wangi-wangi Selatan dan atas nama Kepala Dinas Kesbangpol belum pasti keberadaan sertifikat itu, sebab belum membuktikan pada mereka alias tidak pernah melihat sertifikat tanah yang dimaksud La Ode Dawa.
Kemudian pada hari berikutnya, penjelasan dari La Ode Husna sebagai (korban) perampasan hak tanah milik tersebut, panggilan resmi dari Camat Wangi-wangi Selatan yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 26 Juni 2023 bertempat diruang kerja Camat Wangi-wangi Selatan disaksikan oleh Dinas Kesabangpol Wakatobi dalam rangka mediasi sengketa tanah yang dimaksud dan turut hadir juga beberapa orang ahliwaris tanah tersebut yang merasa dirugikan akibat tanaman dan tanahnya digusur paksa tanpa sepengetahuanya.
Dalam rangka mediasi tersebut La Ode Husna menjelaskan kronologi awal kepemilikan mengenai tanah tersebut adalah warisan Leluhurnya, yaitu pemberian dari Syara Wolio atau disebut pejabat kerajaan Keraton Kesultanan Buton yang ditunjuk sekaligus diberikan oleh Raja yang berkuasa pada saat itu (Sultan) Buton ke 16 yang bernama Syamsuddin atau Lasadaha sejak tahun 1705 yang disaksikan oleh Bhonto Ogena (Mentri Besar) Kesultanan Buton yang bernama La Bunta dan La Tewa beserta pejabat Adat Negri Liya.
Diberikan kepada dua orang Pejabat Kesultanan Buton yang ditempat tugaskan diwilayah Liya Onemelangka itu sebagaimana perintah adat bahwa, bagi pejabat kerajaan yang berjasa tinggal diluar Keraton Kesultanan Buton karena tugas adat dan menetap diwilyah itu, maka wajib diberikan bidang tanah untuk tempat membangun rumah, kebun dan peruntukan lainnya, sebagai tanda jasanya dalam memperjuangkan atau mempertahankan kedaulatan Negrinya.
Dalam hukum Adat Kesultanan Buton tanah demikian ini disebut tanah TORAKIA, adalah pemberian seorang yang berjasa pada kerajaan untuk tempat membangun rumah, perkebunan dan peruntukkan lainnya yang kemudian dapat diwariskan kepada anak cucunya (ahliwarisnya) yang tidak dapat di olah oleh pihak lain tanpa izin dari ahli warisnya, jelas Husna.
Adapun dua orang yang dimaksud menerima pemberian dan/atau tanda Jasa dengan Tanah Torakia yang dimaksud adalah bernama :
- La Odhe Kandarisi, jabatan Adat Mantan Raja Agama Kesultanan Buton dengan gelar Yaro Agama Mobholina Pauna disebut juga Waompu Modhi.
- La Odhe Handaraa, Jabatan Adat Kapita Raja (Pimpinan Pasukan Kerajaan Kesultanan Buton) setelah itu menjadi Raja Agama dan digelar Yaro Agama. Kemudian La Odhe Kandarisi menikah dengan WaOde Mi,a disebut juga WaOde Mahia Putri Raja Negri Liya yang bernama KaOde Ali Putra Sultan Buton ke 19, Langkaryri, lalu LaOdhe Kandarisi dengan WaOde Mi,a tersebut memiliki keturunan empat orang salah satunya bernama WaOde Ana dan menikah dengan La Odhe Badi,u jabatan adat adalah Raja Agama putra La Odhe Handaraa.
Pemilik awal tanah Torakia tersebut, kemudian La Odhe Badi,u dan Wa Ode Ana memiliki keturunan yang bernama La Odhe Belomba, jabatan adat Raja Lakina Liya ke sepuluh tahun 1712-1724, sebagai ahli waris pertama tanah Torakia tersebut, sebab La Odhe Belomba adalah turunan pertemuan dua titik darah yang memiliki tanah Torakia yang dimaksud.
Selanjutnya La Odhe Belomba menikah dengan Wa Ode Sambenua putri dari La Odhe Abdul Naim jabatan adat Raja Agama dengan Wa Odhe Ntomani, maka La Odhe Belomba dengan Wa Ode Sambenua memiliki keturunan empat orang anak yang pertama bernama La Odhe Makutaa menikah dengan Wa Ode Rahima putri La Odhe Goro jaban adat Kapita Lao Bombonawulu (Pemimpin Pasukan Tentara Laut dari Bombonawulu) dengan istrinya yang bernama Wa Ode Mariam, kemudian La Odhe Makutaa dengan Wa Ode Rahima tersebut memiliki anak yang bernama La Odhe Salaga alias LaOde Sinaga jabatan adat Pelaksana Raja Negri Liya/Lakina Liya tahun 1788-1791, La Odhe Salaga tersebut menikah dengan Wa Odhe Angi saudari La Uronso kakek WaOde Hasimai Ibu LaOde Dawa (Pelaku Mafiat Tanah) sebab Tanah tersebut bukan milik La Uronso, karena hanya saudarinya yang menikah dengan pemilik tanah tersebut sehingga La Ode Dawa tidak berhak untuk memilikinya, terang Husna lagi.
Selanjutnya La Odhe Salaga dengan WaOde Angi tersebut memiliki anak empat orang yang bernama :
- La Odhe Libu alias La Uba panggilan adat menandakan seorang kakak atau yang dituakan.
- Wa Odhe Beka.
- La Odhe Beka.
- Wa Odhe Wia.
Ke empat orang ini pula yang berkebun di atas tanah tersebut saling berdampingan.
Kemudian La Odhe Libu alias La Uba tersebut menikah dengan Wa Odhe Da,O memiliki anak tunggal bernama Wa Odhe Unga atau Hj. Sitti Aisah menikah dengan La Odhe Siapa atau H. La Ode Sa’dullah jabatan adat Imam Mesjid Keraton Negri Liya gelarnya Yaro Imamu mempunyai anak tiga orang bernama :
- Hj. Wa Ode Ana.
- Hj. Wa Ode Muida/WaOde Ida.
- Wa Odhe Pou.
Kemudian Wa Ode Pou menikah dengan La Odhe Hasi putra La Odhe Biru, jabatan adat Hatib Mesjid Keraton Negri Liya gelarnya Yaro Hatibi yang kemudian Wa Ode Pou dengan La Odhe Hasi memiliki anak empat orang di antaranya bernama La Ode Husna.
Dengan berdasarkan Sil-silah Keturunan La Ode Husna termasuk turunan ke Sembilan dari pemilik pertama tanah Torakia (Tanah adat) pemberian tanda jasa dari Kesultanan Buton tersebut.
Silsilah Keturunan La Ode Husna tersebut mendapatkan pengakuan kebenaran dari Ketua Lembaga Adat Negri Liya, Ketua Lembaga adat Buton Wakatobi, dan Sultan Buton, serta telah dilegalisir oleh Kepala Desa Liya Onemelangka, Camat Wangi-wangi Selatan, sehingga tidak dapat lagi diragukan kebenaran Sil-silah keturunan La Ode Husna tersebut, yang menunjukkan La Ode Husna selaku ahli waris tanah Torakia tersebut dengan dilengkapi bukti kepemilikannya atas tanah tersebut dari Kesultanan Buton disertai bukti pajak bumi, tambahnya.
Fakta kebenaran sepertI yang dipaparkan La Ode Husna ini sesungguhnya tidak dapat dibantah dengan dalil apapun dan juga kuasa dengan kuasa siapa pun dan/atau kekuasaan apapun. Karena tanah tersebut merupakan hak mutlak warisan La Ode Husna yang terkuat dan terpenuhi sesuai Perintah UU, No. 5 Tahun 1960 ,tentang peraturan dasar pokok-pokok Agrari, antara lain pada Pasal. 5, Pasal. 20, pasal. 56 dengan di asuh dan dibenarkan oleh Hukum adat Kesultanan Buton tentang tanah Torakia yang menyatakan bahwa tanah Torakia adalah tanah yang diberikan oleh Sara Kerajaan (Sultan) Buton kepada seseorang yang berjasa untuk tempat membangun rumah, berkebun dan peruntukan lainnya, sebagai hak milik turun-temurun dengan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun, tutupnya. (Red/Alfi).
