Wakatobi, Skalainfo.net| Tanpa ada kesepakatan dan persetujuan dari pemilik yang sah, sekolmpok oknum warga memperjual belikan sebidang tanah hak orang lain kepada pihak orang lain lagi dan mengaku sebagai pemilik lahan juga. Tentunya si pemilik lahan yang sah berang melihat lahannya di obrak-abrik oleh orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga perkara tersebut akan berlanjut keranah hukum. Sabtu, 29/4/2023.

La Ode Husna sebagai pemilk sah lahan itu mengatakan kepada awak media ini via telepon celularnya, bahwa sekolompok oknum warga tersebut secara terang-terangan telah melawan hukum dengan merampas hak orang lain tanpa melakukan musyawarah atau kesepakatan terlebih dahulu kepada keluarganya.
La Ode Husna, yang juga sebagai ketua pemerhati adat budaya Buton dan juga sebagai bagian dari abdi dalam Keraton Buton menyatakan, perbuatan yang melawan hukum harus di hukum dengan seberat-beratnya.
Dia menambahkan bahwa sil-silah dari lahan itu sudah punya surat secara turun-temurun yang diberikan kepada keturunan dari Radja Lakina Liya/Meantu’u Liya Ke-X (10) La Ode Belomba, sehingga keturunan dari Radja Lakina Liya sampai saat ini masih memgang surat asli dari riwayat tanah atau sebidang lahan tersebut.
Mereka yang berani menyerobot lahan itu oleh oknum warga yang tidak tahu asal-muasalnya tanah itu, akan berhadapan dengan hukum dan/atau berhadapan dengan hukum adat istiadat Buton, katanya.
Pihak keluarga atau korban, yang lahannya diserobot oleh oknum warga yang tidak mengerti aturan hukum adat Buton itu, meminta kepada aparat hukum agar secepatnya para oknum ditersebut ditangkap dan diadili agar tidak terjadi hal-hal negatif nantinya.
Kepada oknum warga penyerobot lahan itu (mafia tanah) dengan segera menyelesaikannya masalah perbuatannya kepada pemilik yang sah, terkait urusan lahan itu. Karena diperhitungkan kerugian yang dialami oleh korban atau pemilik lahan mencapai ratusan juta rupiah.
La Ode Husna menambahkan, “ada beberapa pohon kelapa dan mangga serta bambu yang sengaja ditanam dan dipelihara dilahan itu,” ungkapnya.
Dan saya menyampaikan kepada kepala desa Liya One Melangka apabila terlibat atas masalah jual beli lahan tersebut, agar segera mencabut surat-surat yang pernah ditandatangani itu. Karena perbuatan itu sudah jelas-jelas melawan hukum baik secara hukum nasional dan juga hukum adat yang masih berlaku di Sulawesi Tenggara ini, harapnya. (Red/Alfi).
