Ketum Pemberantasan Sengketa PertanahanKetum Pemberantasan Sengketa Pertanahan

Jakarta, Skalainfo.net| Raden Bung Hatta, Bidang hukum pertanahan secara nasional dan Hak Asasi Manusia (HAM), dan sebagai ketua kelembagaan PSP (Pemberantasan Sengketa Pertanahan) menyatakan PP No. 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah telah diperbaharui oleh PP No. 24 tahun 1997 dalam Pasal. 32 Nomor : 24 tahun 1997, seluruh urusan pertanahan dan sertifikat menjadi kewenangan BPN RI. Penjaringan, Rabu, 10/8/2022.

WhatsApp Image 2022 08 09 at 23.47.55

“Terbukti, banyak sertifikat yang muncul dalam persidangan pengadilan produk Departemen Dalam Negeri atas PP No. 10 tahun 1961 tidak dapat diterima oleh hakim ketua, dengan adanya pembaharuan Pasal. 32 Nomor: 24 tahun 1997. Yang seharusnya sertifikat itu dikeluarkan oleh BPN RI, bukan departemen dalam negeri oleh karena itu PP No. 10 tahun 1961 dinyatakan tidak berlaku lagi dan sudah dicabut”.

Tindaklanjut atas pemberitaan yang sudah terbit sebelumnya https://skalainfo.net/2022/08/01/pemberantasan-sengketa-pertanahan-secara-nasional-raden-bung-hatta-tanah-eigendom-verponding-itu-benar-atas-dasar-konfrensi-tahun-1960/ awak media ini, mencoba menelusuri jejak perjalanan seorang tokoh masyarakat dalam memperjuangkan tanah Eigendom Verponding nomor: 1000,2000,3000 dan 4500 yang sampai saat ini kepemilikan haknya sudah disah kan oleh Negara RI.

WhatsApp Image 2022 08 09 at 23.47.32

Puluhan tahun sudah dilakukan, tentang perkara sengketa pertanahan demi mendapatkan satu kepastian hukum dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tidak kenal lelah walau sudah puluhan tahun dan telah berkali-kali pergantian pemimpin, namun tujuannya hanya satu yang termaktub dalam kitab UU 1945 Pasal. 33 ayat (3) bahwa, Tanah, Air, Kekayaan terkandung didalamnya semata-mata untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

“Raden Bung Hatta adalah seorang tokoh masyarakat yang memiliki kepribadian sangat sederhana. Dalam hal ini, setelah berkirim surat kepada inspektur jenderal kementerian dalam negeri menyampaikan harapannya sebagai korban dan juga pengadu; pertama pelaksanaan ganti rugi penggusuran bangunan yang terjadi pada tahun 2008 dan 2011.

Yang kedua; mohon diteruskan masalah sengketa tanahnya ke pengadilan, Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, untuk dilaksanakan sesuai surat Mahkamah Konstitusi RI, dan Sekretariat Jenderal Nomor: 606/HK.09/02/2022 tanggal 15 Februari 2022, penyelesaian sengketa tanah Eigendom Verponding Nomor: 1000,2000,3000 dan 4500 dengan akte jual beli Nomor: 189 tanggal 11 Oktober 1735, atas nama AA De Groot Ratoe Woelandari Mardikem Pakoewon, sesuai peraturan Undang-undang yang berlaku. Agar tidak terjadi tumpang tindih penanganan nya, tumpang tinding penguasaan, tumpang tindih pemamfaatan tanah, tumpang tindih kepemilikan tanah yang bukan haknya.

Terutama kepada Pertanahan Nasional RI, mohon untuk diluruskan sesuai putusan Mahkamah Agung Nomor: 257K/PDT/2015 tanggal 24 Maret 2015 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, mohon ditanggapi, ungkap Raden Bung Hatta.

“Awak media ini lanjut menanyakan kepada Raden Bung Hatta terkait dengan niat baik dari Pemda DKI Jakarta akan ganti rugi penggusuran bangunan yang terjadi pada tahun 2008 dan 2011” apakah sudah direalisasikan?…

Raden Bung Hatta menyampaikan, menurut biro hukum pemerintah Pemda DKI Jakarta sudah dibuatkan nota dinas. Ada kekeliruan masalah putusan Rudjianto nomor: 160 disebutkan, yang dimenangkan pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Rudjianto dalam perkara itu bukan perkara tanah, akan tetapi masalah bangunan. Tidak terkait dengan saya sendiri Raden Bung Hatta untuk perkara itu, karena perkara Raden Bung Hatta terpisah dari perkara nomor: 160 Rudjianto, katanya.

Raden Bung Hatta perkara A. 67/PDT.G/2013 yang di putus pada tanggal 16 April 2014 dengan tergugatnya; 1. Menteri Negara Agraria/Kepala BPN RI, 2. Menteri Kehutanan RI, 3. Pemerintah Provinsi Khusus Ibukota Jakarta, 4. PT. Pembangunan Jaya Ancol, 5. PT. Jakarta Propertindo, 6. PT. Jawa Barat (JBI Apartemen Laguna Pluit), 7. PT. Wahana Agung Indonesia, PIK, 8. PT. Balito Hotel Sano Pluit, keseluruhan tergugat 1 sampai dengan 8 terbukti di dalam persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Utara bukan pemilik tanah Eigendom Verponding Nomor: 1000,2000,3000 dan 4500 dengan akte jual beli Nomor: 189 tanggal 11 Oktober 1735 yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, katanya.

Selanjutnya tambah Raden, “para tergugat sampai saat ini masih melakukan aktivitas kegiatan usaha diatas tanah yang bukan hak miliknya. Oleh karena itu saya sebagai pengadu dan pemilik tanah Eigendom Verponding, kepada instansi terkait permasalahan ini segera diselesaikan sesuai ketentuan hukum yang berlaku” agar masa depan negara Indonesia akan lebih baik, tutur Raden Bung Hatta.

Masyarakat luas sudah merasakan, kesulitan dalam mengurus hak tanahnya. Karena persoalan dari status tanah itu tidak dijelaskan siapa pemilik yang sebenarnya. banyak juga masyarakat yang menjadi korban dengan mengurus hak sertifikat tersebut, ada yang sudah selesai dan ada yang belum. Maka, ini adalah kewajiban instansi yang berwenang untuk diluruskan, apabila tidak diluruskan bagaimana masa depan negara kita terhadap negara-negara lain.

Yang katanya negara Pancasila 1945, ternyata satu masalah saja tidak pernah terselesaikan, lalu harapan masyarakat bagaimana yang sampai saat ini menghormati terhadap peraturan per-Undang-undangan, kenyataan nya undang-undang itu hanya memihak.

Bagi pengusasha yang banyak duitnya ya lancar-lancar saja, tetapi masyarakat tidak pernah disentuh tentang hak-haknya itu, bahkan digusur dengan sewenang-wenang. Padahal masyarakat punya hak asasi manusia, yang harus dilindungi, diayomi, yakni disejahterkan. Supaya masyarakat juga mencapai Adil Makmur Sejahtera sesuai pedoman pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Namun keadilan sulit untuk didapat, karena permasalahannya hukum itu tajam kebawah dan tumpul untuk keatas, pungkasnya. (Red/MJ).

By Admin

-+=