Tangsel, Skalainfo.net| Banyaknya siswa/siswi yang melanjutkan sekolah di jenjang SLTA Kota Tangsel menjadi momok yang menakutkan. Terlepas dari kurangnya sarana tampung untuk sekolah tingkat SLTA, namun akan menjadi sulit di negeri ini untuk meningkatkan kecerdasan terhadap anak bangsa, serta ketidak sesuaian dengan amanat UUD 1945 serta pedoman dalam penghayatan Pancasila sebagai Dasar Negara RI. Rabu, 13/7/2022.
Jadi buah pikiran bagi warga masyarakat yang berdomisili di Tangsel, bila setiap tahunnya kejadian seperti PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) tahun 2022 ini, segala urusannya yang tidak lepas dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten, sehingga anak-anak yang tidak lolos zonasi berdomisili di kota Tangsel harus mencari sekolah jenjang SLTA diluar kota Tangsel, karena begitu rumitnya urusan ditingkat SLTA Tangsel.
“Semua tumpuan urusan bila sudah tidak masuk zonasi selalu menyerahkan kepada pihak Provinsi dengan alasan kuota sekolah sudah tidak ada penambahan, bila ada koneksi di Provinsi kemungkinan pihak sekolah akan memberikan kebijakan”.
“Ini adalah suatu cermin kegagalan kepala daerah kota Tangsel menangani soal pendidikan atau PPDB di kota Tangsel, yang tidak bisa men-samaratakan pendidikan dengan wilayah lainnya, padahal kita tahu bahwa Tangsel sebagai penyangga ibu kota Jakarta dan mutu pendidikannya pun sudah prioritas”.
Ibuk Muriati, berdomisili kota Tangsel mengatakan, saya baru merasakan kisruhnya soal PPDB di Tangsel ini. Zonasi bukan jaminan untuk anak didik yang mendaftar disekolah SMAN, sebutnya. Namun lebih kepada koneksi atau materilisasi, kalau hal ini tidak distop maka negara Indonesia bidang pendidikan sudah tidak punya moral, ungkapnya.
Masih dikatakannya, bahwa pihak sekolah khususnya SMAN tidak memberi opsi ketika anak didik itu tidak masuk ke sekolahan yang diinginkan. Dan cendrung juga para panitia yang melaksanakan PPDB sering menghilang dan susah ditemui untuk kita mendapat jawaban opsi atau solusi saat anak ini tidak diterima di sekolahan tersebut, katanya.
Seharusnya para panitia itu ada ditempat saat orang tua siswa ingin mencari solusi atau cara apa yang manalagi akan ditempuh, para panitia itu harus ada ditempat untuk mengayomi berikut juga kepala sekolah juga harus ada, tambahnya.
Bila dilihat dari PPDB sekarang ini di kota Tangsel sangat mengecewakan kami sebagai orang tua yang ingin anaknya tetap bersekolah di Tangsel, karena kami berdomisili di Tangsel masak kita hidup ditangsel anak kita sekolahnya di Bogor, sebutnya kesal.
Untuk para kepala sekolah SLTA se-kota Tangsel, ingatlah kalian itu adalah guru yang akan memberikan cermin yang baik kepada anak didik disekolah, bila seperti ini susahnya mencari sekolah dikota Tangsel sudah semakin buruk dan hancur moral anak bangsa ke depannya. Kepala sekolah tingkat SMAN kalian sungguh ‘jumawa’ kalian itu adalah contoh penerus anak bangsa bukan sebaliknya, kok tidak bisa memberikan arti dari pendidikan, tutupnya.
Sebanyak 12 sekolah SMAN yang ada di kota Tangsel dengan jumlah anak didik, seumpama, lepas dari SMP kurang lebih seribu siswa, sedangkan kapasitas 12 sekolah SMAN itu hanya 600 siswa yang bisa diterima dengan kata lain pemimpin daerah harus ada penambahan sekolah SMAN lagi.
Daya tampung siswa/siswi ke sekolah SMAN di kota Tangsel sudah tidak memadai untuk animo murid yang mendaftar sekolah, pihak sekolah mengatakan, sekolahan SMAN Kota Tangsel sudah over load.
Dalam rentang masa yang berlalu, seharusnya ini sudah menjadi pelajaran dari tahun ketahun tentang pendidikan, namun kepala daerah kota Tangsel masih menganggap ini seperti hal yang biasa. Semoga kejadian PPDB tahun ini sebagai cambuk bagi pemerintah kota Tangsel agar tidak ada lagi kecemburuan sosial bagi orang tua yang mendaftarkan anaknya disekolah SMAN dikota Tangsel. (Red/Esky).
