Penulis : LILIS N.
Subang, Skalainfo.net| Selama puluhan tahun, para Petani Hutan hanya menggarap di bawah manajemen perhutani. Petani ada yang cukup bisa bertahan hidup dengan cara tumpang sari diwilayah kerja perhutani dengan pola bagi hasil, yang lebih kolonial dari kolonial Belanda. Dan umumnya terjadi gesekan antara masyarakat dan perum perhutani hampir di semua wilayah di Pulau Jawa ini. Semua permasalahan bagai api dalam sekam.
“Sampai kemunculan Program Perhutanan Sosial, Perpres 88 Tahun 2017, tanah bisa dikelola masyarakat”.
Memuntahkan api yang terpendam, petani beramai-ramai dalam satu wadah poktan mengajukan program Perhutanan Sosial. Namun, masih merasa memiliki, pihak perhutani dimana-mana mempersulit, baik dalam urusan administrasi maupun di lapangan dengan mengerahkan Polisi hutan.
Seiring berjalannya waktu, perjuangan petani dalam mengambil hak kelolanya atas tanah negara ini membuahkan hasil. Berbagai upaya dari mulai dialog sampai demo di Jakarta maupun di hutan sulit ditahan oleh pihak perhutani.
Masyarakat atau petani hutan yang sudah bertahun-tahun sengsara menjadi petani penggarap kolonial berkulit coklat ini berjuang mati-matian untuk bisa menjadi petani di tanah sendiri.
Seharusnya semua pihak mendukung petani ini, karena dengan memamfaatkan hutan-hutan yang dulu gamblung ini, maka beban negara atas taggungjawab kesejahteraan hidup rakyat menjadi berkurang, bahkan lebih dari itu logistik negara bidang pangan akan bertambah tanpa pemerintah mengeluarkan biaya dan pusing memikirkan.
Masyarakat menjadi mandiri dan stok pangan akan melimpah, terlepas mampu diekspor atau tidak. Tapi jutaan hektar akan mampu memenuhi kebutuhan perut jutaan rakyat beserta keluarganya.
Bahkan pola kebiasaan petani yang suka berbagi dengan tetangga, bisa memberi efek domino kepada lingkungan masyarakat setempat. Emas hijau keluar dari tanah dan mensejahterakan masyarakat tanpa pemerintah berfikir keras.
Gerakan petani Perhutanan Sosial ini, akan mengangkat ekonomi negara, untuk selanjutnya bahan mentah ini akan menumbuhkan banyak UKM – UMKM baru. Rakyat punya tanah, rakyat mandiri, rakyat bisa makan dan bersekolah.
Adapun isyu tentang ketusakan lingkungan itu adalah PR berikutnya, pihak pemerintah dan para pejuang lingkungan bisa memberikan bimbingan, arahan, pencerahan agar petani bisa berproduksi tanpa merusak lingkungan. Agar bisa dijaga keseimbangan alamnya.
“Petani umumnya menurut pada pemetintah, tinggal bagaimana para penyuluh pertanian memberikan bimbingannya di lapangan”.
Terkait isyu karyawan perhutani yang terpaksa kena PHK karena program ini sebenarnya tidak perlu dibesar-besarkan. Solusi di depan mata, dengan ikut menjadi petani Perhutanan Sosial juga.
Tinggal mindset dirubah. Mengubah pola pikir jadi buruh PT Perhutani menjadi pelaku usaha pertanian. Terus apalagi masalahnya?
Selamat datang Indonesia baru, negeri agroforestry, agro industri, agro bisnis. Save NKRI.
Organisasi : Lembaga Pemerhati Lingkungan dan Ekosistem, pengawas Aset Negara.
Disebar luaskan media Skalainfo.net.
