GUNUNGKIDUL, skalainfo.net |  Sidang atas perkara dugaan pemerasan yang digelar sejak tanggal 19 November 2019 yang lalu, dengan terdakwa seorang wartawan, Anton Nurcahyono, terus berlanjut.

Sidang beberapa waktu yang lalu, Selasa (18/2/2020) dengan anggenda pembacaan pembelaan (Pledoi) dari Penasehat Hukum terdakwa, Ricky Antariksa Soediro,SH, disaksikan oleh kawan-kawan media dari Yogyakarta.

Dalam pembelaannya, Ricky menilai Surat Dakwaan JPU serta keterangan saksi-saksi dimuka persidangan banyak sekali terdapat kontradiksi.

“Kami menilai, tidak adanya relevansi antara dakwaan, keterangan saksi-saksi, serta perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan kepada Terdakwa,” tuturnya sebagaimana termuat dalam surat pembelaan yang ia bacakan di Pengadilan Negeri Wonosari.

Dikatakan oleh Ricky, bahwa selama persidangan berjalan, dirinya mengaku, melihat banyak sekali hal-hal atau fakta-fakta yang terungkap dipersidangan namun diabaikan oleh JPU.

“Keterangan-keterangan saksi yang terdapat dalam risalah tuntutan JPU, tampaknya seragam dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh penyidik kejaksaan, padahal keterangan saksi yang memiliki kualitas pembuktian adalah keterangannya yang disampaikan saat persidangan,” katanya.

Ditandaskan Ricky, bahwa setiap individuberhak atas perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 28D ayat 1 UUD 1945 dan pasal 3 – 6 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang diatur dalam pasal 18 ayat.

Didasarkan pasal tersebut, lanjut Ricky, telah ditegaskan, bahwa setiap orang yang ditangkap, ditahan dan dituntut karena disangkakan melakukan suatu tindak pidana, berhak dianggap Tidak Bersalah.

“Sampai dibuktikan kesalahannya secara Sah, dalam suatu persidangan sesuai dengan ketentuan hukum,” urainya.

Selain itu, ditegaskan Ricky, bahwa dalam perkara yang melibatkan anggota Pers, berlaku undang -undang pers nomor 40 tahun 1999 dan SEMA nomor 13 tahun 2008 tentang meminta keterangan saksi ahli dewan pers terkait kasus delik pers.

“Tidak begitu saja dapat langsung dipidanakan, harus ada keputusan dari Dewan Pers untuk menegaskan bahwa Terdakwa bersalah, telah menyalahi Kode Etik Pers ataupun telah melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan Pers.” ucapnya.

Bahwa Jaksa Penuntut Umum, dinilai oleh Ricky, tidak jeli melihat status Terdakwa sebagai Wartawan, yang tunduk pada kode etik Jurnalistik.

Diungkapkan Ricky, bahwa terdakwa tidaklah dapat dikategorikan sebagai orang yang memiliki tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

“Karena, saat dilakukan penangkapan atas diri Terdakwa, tidak ditemukan Barang Bukti pada diri Terdakwa,” ucapnya.

Ricky menilai bahwa secara tegas dan jelas, Penyidik hanya mengedepan bukti subyetif (asumsi) pribadinya sendiri, pasalnya, hingga di persidangan, terdakwa tidak pernah menerima dan bahka melihat uang yang disangkakan telah diberikan kepada dirinya.

“Sehingga analisis JPU, menurut kami sangatlah subyektif dan abai terhadap fakta-fakta yang muncul di persidangan sebagaimana dalam pledoi kami,” terangnya.

Dari sedemikan banyak fakta persidangan, Ricky kembali menegaskan bahwa Anton Nurcahyono telah melakukan tugas jurnalisme dengan benar, dan tidak berlawanan dengan kode etik jurnalistik.

“Bahwa Terdakwa tidak pernah meminta uang kepada Saksi Didik Rubiyanto, agar pemberitaan terhadap Saksi Didik Rubiyanto tidak naik cetak,” tegasnya.

“Terdakwa juga tidak menerima uang, seperti yang dimaksudkan oleh Saksi Didik Rubiyanto, dan uang tersebut tidak ada pada diri Terdakwa,” lanjut Ricky.

Bahwa uang sebesar Rp.1 juta, tambah Ricky, diketemukan di bawah nampan tempat gelas di depan Terdakwa.

“Tidak mungkin, uang sebanyak Rp.1 juta, dimasukkan ke dalam amplop kecil bisa masuk semua, dan diletakkan di bawah nampan gelas tidak terlihat oleh mata saat melihat, pastinya akan terasa janggal, karena jumlah tersebut sangat banyak, dan akan menjadikan amplop tersebut tebal,” terang Ricky.

Ricky kembali menguraikan, menurut keterangan Saksi Didik Rubiyanto yang mengaku telah berkoordinasi dengan Saksi adalah Anggota polisi yang bernama Anjar Susilo (tidak dihadirkan dalam persidangan), dan namun saksi Gatot Tri Mulyanto juga mengaku telah mendapat pesan whatsapp dari saksi Didik Rubiyanto.

Telah diuraikan oleh saksi Gatot Tri Mulyanto, lanjut Ricky, waktu penggeledahan membutuhkan waktu 15 (lima belas) menit, dan perjalanan 10 menit untuk pulang pergi antara Warung milik saksi Dwi Astuti ke Polsek Semin.

“Namun menurut Terdakwa, bahwa saat penggeledahan di Kantor Polsek Semin, membutuhkan waktu sekitar 30 menit,” ujar Ricky.

Sementara terkait berita mengenai PTSL tersebut belum cetak, dijelaskan Ricky, secara tidak langsung, tidak terjadi pengancaman terhadap nama baik Saksi Didik Rubiyanto.

“Terdakwa merupakan wartawan, yang telah menemukan fakta tentang tindakan Saksi Didik Rubiyanto, yang memungut biaya PTSL melebihi yang ditentukan oleh pemerintah, yakni sebesar Rp. 250.000,” jelasnya.

Ricky berharap dan memohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Wonosari, untuk menyatakan Terdakwa Anton Nurcahyono, Tidak Terbukti secara sah melakukan tindak pidana Pengancaman dan Pemerasan sebagaimana dalam pasal 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

“Kami berharap, Majelis Hakim dapat membebaskan terdakwa dari dakwaan dan tuntutan pemidanaan yang di ajukan oleh jaksa penuntut umum, dan merehabilitasi nama baik dan martabat terdakwa,” harapnya.

Di sisi lain, Jaksa Penutut Umum (JPU) terlihat keberatan atas dokumen pembelaan Penasehat Hukum terdakwa, sehingga JPU akan mengajukan tanggapan (replik) atas pembelaan penasehat hukum terdakwa.

Usai persidangan di PN Wonosari beberapa waktu lalu, Selasa (18/3), saat ditanya maksud dan tujuan atas sikapnya JPU yang dinilai oleh para kuli tinta, telah berupaya keras memenjarakan wartawan, JPU kembali enggan memberikan keterangan, dan nampak menutup diri dan menghindar dari kejaran media.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Gunungkidul, Siti Junaidah, SH dan Niken Retno Widarti, SH, beberapa waktu lalu, Kamis (13/2), di hadapan Pengadilan menuntut Anton Nurcahyono dengan pidana Penjara selama 1 Tahun 2 Bulan. Menurut JPU, bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana “Pemerasan” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 369 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP.
Hingga berita ini diturunkan, media belum memperoleh keterangan resmi dari Kepala Kejaksaan Negeri Gunungkidul, dalam dugaan upaya untuk memenjarakan wartawan, hanya demi oknum Kepala Desa yang diduga banyak masalah.

Untuk diketahui, sejak ditangkap tangan (OTT) pada Senin, (8/7/2019) yang lalu, hingga saat ini, terdakwa Anton Nurcahyono, tidak ditahan. Dan untuk sidang ke 14, akan kembali digelar besok pada Selasa (25/2/2020) di Pengadilan Negeri Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, dengan agenda Pembacaan Tanggapan oleh Penuntut Umum atas pembelaan Penasehat Hukum terdakwa. (Mj/red)

By admin

-+=