Jakarta, skalainfo.net | Kasus korupsi di sektor Kelautan dan Perikanan di Indonesia dalam perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari segi jumlah (kuantitas) kasus yang terjadi maupun dari segi kerugian keuangan Negara.
Dari segi kualitas pun demikian, bahwa kasus tindak pidana korupsi dilakukan semakin sistematis, baik di tingkat pusat maupun daerah. Kasus Tindak Pidana Korupsi sudah merupakan kejahatan yang bersifat luar biasa (extra ordinary crime), sehingga penanganannya harus dilakukan secara luar biasa pula, baik dari aspek pencegahan maupun penanggulangannya.
Salah satu aspek yang terpenting adalah proses penegakan hukum yang dilakukan secara hati-hati, cermat, dan komprehensif dengan memperhatikan fakta yuridis dan fakta empirik, sehingga putusan yang diberikan hakim mencerminkan penegakan hukum yang berkeadilan, berkepastian, dan bermanfaat.
Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang terbukti secara sah dan meyakinkan harus dihukum “berat” sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukannya.
Dalam kenyataannya banyak pelaku tindak pidana korupsi yang diberikan hukuman yang relatif ringan, bahkan belakangan ini banyak kasus korupsi sektor kelautan dan perikanan sudah tersangka, tetapi tidak ditahan dan tidak diproses hukum, bahkan tersangka bebas keliaran, melancong dan bepergian kemanapun, seperti mantan direktur PT. Perikanan Nusantara (Perinus).
“Sebaiknya, penegak hukum, pengadilan tindak pidana korupsi (Pengadilan Tipikor) di daerah, Kajati maupun Pengadilan Negeri agar benar-benar mengusut tuntas seluruh kasus korupsi disektor Kelautan dan Perikanan (KKP). Pada kurun waktu 2016 – 2019 kasus-kasus korupsi disektor kelautan dan perikanan bermunculan.
Terbukti penegak hukum menindak kasus – kasus tersebut, diantaranya:
Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh memproses kasus Keramba Jaring Apung (KJA) Pangandaran, Sabang, Karimunjawa. Namun, dalam proses penegakan hukum ada unsur ketidakadilan yakni hanya Sabang yang ditindak dengan seluruh bukti yang sudah tersita dalam bentuk barang dan uang yang dikembalikan.
Artinya, ketiga tempat proyek Keramba Jaring Apung (KJA) di Pangandaran, Sabang, Karimunjawa satu kesatuan tak bisa dipisahkan.
Penegakan hukum harus berdimensi keadilan dan ditegakkan dalam satu kasus. Dalam hal ini mestinya penegak hukum Kejaksaan Tinggi Aceh dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Susi Pudjiastuti sebagai saksi dalam perkara tersebut, Ungkap Rusdianto selaku Ketua Umum Front Nelayan Indonesia saat konferensi pers di sebuah Cafe kawasan Gondangdia Jakarta Pusat, Jumat Sore, (10/01/2020).
Menurutnya selama eksaminasi penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi terhadap kasus proyek Keramba Jaring Apung (KJA) di Pangandaran, Sabang, Karimunjawa masih tebang pilih dan belum berkeadilan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak segera menuntaskan kasus gratifikasi pejabat KKP pada kasus korupsi pengadaan kapal di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yakni Kapal SKIPI Orca 1 – 4. Padahal, KPK sendiri mengetahui bahwa ada banyak istilah pemberian fasilitas dalam pengadaan proyek di sektor Kelautan dan Perikanan (KKP). Walaupun saat ini berjalan pelan. Tetapi aktor dibalik kasus tersebut belum terungkap.
“Berbagai nama yang digunakan dalam kasus gratifikasi kapal Orcha 1 – 4. KPK juga belum sepenuhnya mendalami, lebih lanjut apakah ada dan siapa. Tentu belum memenuhi rasa keadilan. Padahal KPK sudah mengetahui ada korupsi dalam pengadaan empat kapal yang diajukan oleh KKP.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT). KPK menjerat tiga direksi Perum Perikanan Indonesia (Perindo) dalam OTT yang dilakukan di Jakarta dan Bogor. Total ada sembilan orang yang diamankan, terdiri dari jajaran direksi Perum Perindo, pegawai Perum Perindo dan pihak swasta.
Tiga orang di antaranya adalah jajaran Direksi dan sisanya pegawai Perum Perindo, serta pihak swasta importir,” Tegas Rusdianto.
“Tiga pejabat yang berada di jajaran direksi yaitu Direktur Utama Risyanto Suanda, Direktur Keuangan Arief Goentoro, dan Direktur Operasional Farida Mokodompit. OTT dilakukan terkait adanya transaksi haram antara Perum Perindo dan pihak swasta.
Diduga terjadi suap terkait jatah kuota impor jenis ikan tertentu. Dalam kasus impor ikan, KPK menetapkan Mujib Mustofa bersama eks Dirut Perum Perindo Risyanto Suanda sebagai tersangka. Mujib disebut sebagai Direktur PT. Navy Arsa Sejahtera (NAS) yang mendapatkan kuota impor ikan dari Perum Perindo.
Risyanto diduga menerima suap USD 30 ribu dari Mujib. Uang suap diberikan agar Mujid mendapat jatah kuota impor.
Setelah 250 ton ikan berhasil diimpor oleh PT. NAS, kemudian ikan-ikan tersebut berada di karantina dan disimpan di cold storage milik Perum Perindo. Berdasarkan keterangan MMU, hal ini dilakukan untuk mengelabui otoritas yang berwenang agar seolah-olah yang melakukan impor adalah Perum Perindo,” Imbuhnya.
“Dalam perkembangannya, per bulan November 2019, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua pejabat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait kasus dugaan suap kuota impor ikan di Perum Perindo. Dua pejabat itu dipanggil sebagai saksi untuk tersangka MMU (Mujib Mustofa).
Kedua saksi itu ialah Plt Direktur Logistik PDSKP Kementerian Kelautan dan Perikanan Prayudi Budi Utomo serta Kasubdit Barang Konsumsi Direktorat Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Karsan serta Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Indrasari Wisnu sebagai saksi terkait kasus suap impor ikan di Perum Perindo untuk tersangka eks Dirut Perum Perindo Risyanto Suanda.
Pada November 2019 KPK juga periksa saksi salah seorang mantan karyawan Perum Perikanan Indonesia (Perindo) Iwan Pahlevi dan Desmond Previn dari unsur swasta dan Manajer Operasional CV. Dua Putera Rey Andrian untuk tersangka Mujib,” Papar Rusdianto.
“Pada Januari 2020, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil empat orang saksi untuk diperiksa dalam kasus dugaan suap terkait kuota impor ikan yang melibatkan mantan Direktur Utama Perum Perindo Risyanto Suanda, Selasa (07/01/2020).
Sebanyak tiga dari empat saksi yang akan diperiksa merupakan petinggi Perum Perindo, salah satunya adalah Direktur Operasional Perum Perindo Arief Goentoro, Kepala Desk Perum Perindo Yusnita Hafnur serta Kepala Departemen Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Perum Perindo Aris Widodo.
Adapun seorang saksi lainnya adalah Cluster Director of Government for Ritz-Carlton & JW Marriott Rika Rachmaeati. Ketiganya juga akan diperksia sebagai saksi untun tersangka Risyanto Suanda. KPK juga memanggil Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Nilanto Perbowo, sebagai saksi yang diperiksa dalam kasus suap izin impor ikan tahun anggaran 2019. Bersaksi untuk tersangka Mujib Mustofa.
Dari semua saksi yang telah dipanggil KPK untuk dihadirkan dalam persidangan, belum ditingkatkan menjadi tersangka atau minimal adanya pendalaman terhadap modus korupsi impor ikan sehingga dapat memenuhi kriteria berkeadilan bagi masyarakat.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengaku tinggal selangkah lagi menetapkan tersangka pada perkara tindak pidana korupsi proyek pengadaan mesin kapal perikanan dan pembangunan kapal perikanan tahun anggaran 2016 di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tetapi, lama sekali. Kejagung harus segera tetapkan tersangkanya.
Perkara korupsi sektor kelautan dan perikanan cukup lama ditangani oleh tim penyidik Kejagung. Namun, prosesnya sudah cukup lama. Tetapi Belum tuntas. Dimohon agar segera dituntaskan. Jangan lama-lama nanti hilang. Segera perjelas posisi kasusnya.” Pungkas Rusdianto. (Red/Why)