Jakarta, skalainfo.net | Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan menegaskan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) dengan didukung Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) justru memberikan dasar hukum yang kuat bagi Pemerintah untuk mengejar para pelanggar aturan yang ada di luar negeri.
“Perusahaan yang ingin beroperasi di Indonesia harus sudah mendaftar. Ada ketentuan dan sanksinya. Kalau dia tidak mendaftar ya kita blokir. Dengan adanya aturan ini semua jadi lebih jelas. Kalau ada kasus yang kita perlu akses tapi tidak diberikan ya kita tutup walaupun belum tentu tutup semua. Kita punya kemampuan itu,” tegasnya dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “Ada Apa Dengan PP No.71 Tahun 2019 (PP PTSE)” di Ruang Serba Guna, Gedung Utama Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Adapun dasar hukum kuat yang dimaksud Semuel adalah Pasal 2 UU ITE yang menyebutkan bahwa UU tersebut berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah hukum maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. “Jadi aturan ini sifatnya ekstrateritorial,” imbuhnya.
Senada dengan itu, Pakar Hukum Eka Wahyuning S juga berpandangan bahwa PP PSTE memberikan Pemerintah sebuah dasar hukum yang kuat untuk mengejar perusahaan yang beroperasi di Indonesia meskipun tidak berkantor di sini.
“Seperti yang sudah dijelaskan, kalau kita bicara yurisdiksi, UU ini ekstrateritorial. Tapi permasalahannya apakah hukum kita bisa memaksakan siapapun yg di luar sana mengikutinya? Kalau kita memang memiliki dasar dan memang itu bisa dipertanggungjawabkan oleh yang menuntutnya, saya rasa bisa, tinggal bagaimana kita approach-nya. Berdasarkan teori itu memungkinkan,” jelasnya.(Wahyu/red)