Oleh : Dede Farhan Aulawi
Jakarta, Skalainfo| Setiap sebuah serangan yang dilancar oleh satu pihak ke pihak lainnya pasti menargetkan suatu objek yang dianggap vital dan kritis. Hal tentu–tentu dimaksudkan agar serangannya memiliki dampak kejut dan dampak kerugian yang fatal dan besar.
Adalah sesuatu yang mustahil jika serangan dilakukan asal tembak saja karena setiap serangan juga pasti akan memakan biaya dan beresiko tinggi. Jadi prinsip utama target serangan adalah “High Impact”.
Untuk itulah kiranya perlu diketahui objek–objek vital mana saja yang bisa dan sangat dimungkinkan dijadikan target serangan siber. Menurut Pemerintah AS, jaringan tenaga listrik termasuk objek yang rentan untuk di jadikan target serangan dalam perang cyber. Terutama serangan pada jaringan sistem kontrolnya.
Pada April 2009, muncul laporan bahwa China dan Rusia telah menyusup ke jaringan listrik AS dan meninggalkan program perangkat lunak yang dapat digunakan untuk mengganggu sistem kontrolnya. China menyangkal telah menyusup ke dalam jaringan listrik AS.
Kenapa jaringan listrik dijadikan target serangan? Karena jika sistem kontrolnya diganggu dan secara otomatis bisa melakukan pemadaman listrik besar–besaran, maka dapat mengganggu perekonomian, mengalihkan perhatian dari serangan militer, juga bisa menciptakan trauma nasional.
Objek vital lain yang menjadi target serangan siber adalah fasilitas komunikasi dan jaringannya, melalui propaganda–propaganda sesuai tujuan yang di inginkannya. Propaganda dilakukan dengan tujuan untuk mengendalikan informasi dalam bentuk apa pun, termasuk memengaruhi opini publik. Ini adalah bentuk dasar perang psikologis, baik melalui media sosial, situs web berita palsu dan cara digital lainnya.
Di samping itu alasan lain kenapa sarana prasarana komunikasi menjadi target, karena bisa digunakan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak luas, dan tentu akan membuka jendela bagi kejahatan. Organisasi teroris pun menggunakan media ini untuk mencuci otak orang–orang.
Target selanjutnya adalah pusat–pusat aktivitas ekonomi, karena diyakini kekacauan ekonomi mampu menciptakan instabilitas dalam negeri. Lihat saja serangan siber WannaCry dan Petya (NotPetya) yang disamarkan sebagai ransomware pada tahun 2017 telah menyebabkan gangguan berskala besar di Ukraina serta Layanan Kesehatan Nasional Inggris, raksasa farmasi Merck, dan banyak perusahaan lain di seluruh dunia.
Sifat terdistribusi dari serangan berbasis internet sulit untuk menentukan motivasi dan pihak penyerang, yang berarti bahwa tidak jelas kapan tindakan tertentu harus dianggap sebagai tindakan perang. Contohnya tahun 2008 Rusia memulai serangan siber ke situs web pemerintah Georgia yang dilakukan bersamaan dengan operasi militer Georgia di Ossetia Selatan.
Pada tahun yang sama ‘peretas nasionalis’ China juga menyerang CNN ketika melaporkan penindasan Tiongkok terhadap Tibet. (Red).