Oleh : Dede Farhan Aulawi

Jakarta, Skalainfo| Menarik untuk menyimak laporan Living Planet Report (LPR) yang dikeluarkan WWF pada tahun 2016. Meskipun laporan ini sudah dibuat 2 tahun yang lalu, tetapi isinya masih relevan dan bahkan sangat relevan dengan kondisi kita saat ini. Dalam laporan tersebut, Living Planet Index (LPI) menyampaikan bahwa populasi air tawar menurun secara signifikan sebesar 81% terhitung dari tahun 1970 – 2012, dengan rata rata penurunan tahunan sebesar 3,9%. Penurunan ini terjadi karena adanya perubahan lingkungan, beberapa di antaranya adalah perubahan siklus air oleh manusia yang berdampak kepada iklim dan biosfer.

Akhirnya berdampak pada kematian 5 juta orang karena penyakit yang di tularkan melalui air setiap tahun. Beberapa daerah yang masih dinilai surplus air tawar, dari waktu ke waktu terus mengalami laju penurunan sumber-sumber air tawarnya karena aktivitas-aktivitas yang tidak ramah lingkungan seperti pertambangan, pembuangan limbah industri, limbah rumah tangga, dan aktivitas-aktivitas sosial lainnya.

Ini semua seharusnya menjadi warning bagi kita semua bahwa menjaga kelestarian air sungai dan sungainya itu sendiri harus terus digalakan oleh semua pihak. Kita juga tentunya perlu menyambut baik program–program terkait dengan upaya untuk menjaga kelestarian sungai, misalnya program Freshwater yang dilakukan oleh WWF Indonesia dengan para mahasiswa yang mengembangkan Laboratorium Air tawar alami di Sungai Subayang.

Dan melakukan penelitian tentang Hubungan antara Air untuk kehidupan dan keseimbangan ekosistem. Di samping terkait penelitian–penelitian, Laboratorium Air tersebut juga secara aktif dan nyata bersinergi dengan masyarakat dalam melakukan upaya untuk melindungi sumber–sumber air tawar yang hanya tinggal 3% dari keseluruhan jumlah air didunia, dan kemungkinan akan terus menyusut seiring dengan waktu yang terus berjalan.

Sungai bukan sekedar sarana untuk mengalirkan air saja, tetapi sungai juga menjadi sumber kehidupan, airnya menyuburkan tanah dan kehidupan aneka tumbuhan dan hewan di hutan yang menjadi sumber pakan satwa–satwa seperti Harimau dan lainnya.

Jadi sungai dalam hal ini berfungsi sebagai pusat jaringan ekosistem hutan. Ketika sungai tercemar dan rusak akibat ulah tangan–tangan manusia, maka hutan akan hancur, ekosistem akan lumpuh, satwa akan mati, dan akhirnya berdampak pada kelangsungan hidup umat manusia.

Oleh karena itu, tidak henti–hentinya, dan jangan bosan–bosannya kita untuk selalu mengingatkan masyarakat dalam gerakan untuk menjaga kejernihan dan kebersihan aliran sungai dalam rangka ikut melestarikan ekosistem hutan, dan akhirnya menyelamatkan kehidupan umat manusia.

Tentunya kita berharap agar anak cucu kita kelak masih bisa menikmati air yang sehat dan bersih, lingkungan sungainya asri dan indah, maka gerakan menjaga sungai harus terus dilakukan. (Red).

By admin

-+=